Selasa, 13 Juli 2010

tentang piala dunia 2010 part 1

MARCELLO LIPPI DAN NOSTALGIA MASA LALU ITALIA



Skuad “Gli Azzuri” ITALIA secara tidak terduga gagal lolos dari bersaing dengan wakil dari amerika latin Paraguay dan tim pendatang baru slovakia, menjadi sebuah hal yang ironis karena “La Nazionale” adalah juara bertahan pada ajang piala dunia kali ini setelah menjuarai piala dunia 2006 di jerman. Kegagalan yang sangat diratapi oleh public Italia, padahal ekspektasi public negeri pizza terhadap timnas mereka sangat tinggi, terlebih setelah Marcello lippi, pelatih yang mengantarkan Italia juara dunia keempat kalinya kembali “turun gunung” menangani Italia setelah hasil mengecewakan Italia di piala eropa 2008 dibawah asuhan Roberto donadoni, public Italia berharap tuah lippi kembali terjadi di afrika selatan, tetapi yang terjadi ternyata jauh diluar harapan, timnas Italia harus angkat koper lebih dini karena hanya mampu menempati peringkat ketiga grup f dibawah Paraguay dan slovakia. Kegagalan itu mencoreng catatan manis dalam karir kepelatihan Marcello lippi yang mengarsiteki timnas Italia di jerman tahun 2006 silam.


Terlepas dari hasil minor tersebut setidaknya ada beberapa hal yang bersifat teknis ataupun non teknis yang melatarbelakangi kegagalan timnas Italia tersebut, tetapi satu kata yang melandasi kegagalan timnas Italia itu adalah tentang sebuah nostalgia. kenapa harus nostalgia? Ulasan dibawah ini mungkin akan menjelaskan kepada kita semua kenapa nostalgia menjadi hal yang paling bisa menjelaskan kegagalan skuad Gli azzuri di afrika selatan


  • Nostalgia FIGC

Setelah kegagalan timnas Italia pada ajang piala eropa 2008 yang berlangsung di Austria dan swiss, FIGC (‘pssi”nya Italia) langsung melakukan perombakan didalam tubuh tim terutama di sector kepelatihan, Roberto donadoni yang dianggap gagal mengangkat performa italia pada piala eropa 2008 dipecat dan kemudian digantikan oleh Marcello lippi yang setelah mengantarkan Italia juara dunia 2006 di jerman memutuskan untuk mundur dari sepakbola secara umum dan timnas Italia secara khusus. Alasan Giancarlo abete, ketua FIGC ketika memutuskan untuk kembali memakai jasa Marcello lippi untuk menukangi Italia sebenarnya sederhana, lippi diharapkan mampu mengangkat kembali performa Italia setelah babak belur di piala eropa 2008, persis seperti apa yang dilakukannya ketika mangantarkan Italia merebut title juara dunia di jerman tahun 2006 setelah sebelumnya Italia juga gagal total pada ajang piala eropa 2004 di Portugal. Abete seakan ingin bernostalgia kembali dengan keberhasilan lippi membawa Italia juara dunia dijerman 2006 silam.


  • Nostalgia Marcello lippi

Keputusan untuk kembali menukangi timnas Italia mungkin merupakan keputusan yang akan disesali oleh seorang Marcello lippi. Betapa tidak, keputusan tersebut membuat catatan manis karir kepelatihannya menjadi tercoreng, dari seorang yang membawa Italia juara dunia menjadi pelatih yang gagal membawa Italia mempertahankan gelarnya, bahkan sekedar lolos dari penyisihan grup pun tidak, “from hero to zero” mungkin adalah ungkapan yang pantas diberikan kepada Marcello lippi. Lippi tidak mengikuti jejak dari aime jacquet dan luiz felipe scolari yang setelah mengantarkan perancis dan brasil juara dunia kemudian dengan elegan mundur dari timnas yang mereka tangani. Lippi memang mundur setelah membawa Italia juara dunia tahun 2006, tapi kemudian kembali lagi menangani Italia pada akhir tahun 2008, sebuah hal yang tidak dilakukan jacquet dan scolari. Aime jacquet, setelah membawa perancis juara dunia tahun 1998 memutuskan meletakkan jabatannya sebagai pelatih timnas ayam jantan perancis untuk kemudian “naik pangkat’ menjadi kepala direktur teknik FFF (PSSinya perancis), memberikan kesempatan kepada orang lain dan ingin lebih banyak berperan dibelakang layar, begitu kira-kira alasan seorang amie jacquet. Lain lagi yang dilakukan oleh luiz felipe scolari usai mengantarkan tim samba brasil meraih gelar kelimanya di ajang piala dunia 2002 jepang-korea selatan, scolari memutuskan mundur dari kursi pelatih timnas brasil untuk mencoba mencari tantangan baru dengan melatih timnas Portugal. Marcello lippi seolah mengharapkan “déjà vu’’ ketika memutuskan kembali menukangi Italia dengan tanpa dia sadari bahwa sebenarnya dia akan mempertaruhkan reputasinya sebagai seorang pelatih bertangan dingin. Kesalahan terbesar lippi ketika menangani Italia pada periode keduanya tersebut adalah memanggil/menggunakan kembali mayoritas anggota tim yang menjuarai piala dunia tahun 2006 silam dijerman. Muka-muka lama yang kembali menghiasi skuad Gli azzuri adalah Fabio canavarro, gianluca zambrotta, andrea pirlo, mauro camoranesi, dan gianluigi buffon. Lippi seakan mengharapkan sebuah nostalgia yang indah dengan memanggil kembali para anak emasnya untuk bahu-membahu berjuang di afrika selatan. Lippi tidak menyadari bahwa telah terjadi penurunan performa akibat bertambahnya usia dari para punggawanya tersebut. Hal itu bisa dilihat dari penampilan mereka ketika memperkuat timnya berlaga di kompetisi domestic.


  • Nostalgia Fabio cannavaro

Fabio canavarro adalah kapten kesebelasan Italia ketika menjuarai piala dunia 2006 silam yang berlangsung di jerman, canavarro pasti merasakan perasaan bangga ketika menerima thropy piala dunia dari tangan sepp blatter pada akhir pertandingan partai final piala dunia 2006 antara Italia dan perancis. Sensasi yang luar biasa pasti menghinggapi seorang canavarro karena tidak setiap orang dapat mengangkat piala lambang supremasi sepak bola sejagat tersebut, hanyalah kapten tim orang yang pertama kali memegang thropy piala dunia sebelum kemudian di berikan kepada seluruh anggota tim. Cannavaro ingin mengikuti jejak dari pemain legendaries Italia Giuseppe Meazza yang sukses mengantarkan Italia juara dunia 2 kali berturut-turut tahun 1934 dan 1938 dengan posisi kapten. Kebanggaan dan sensasi itulah yang ingin dirasakan kembali oleh canavarro ketika memutuskan untuk menerima panggilan Marcello lippi untuk memperkuat timnas Italia sekaligus menyandang ban kapten pada piala dunia 2010 afrika selatan. Canavarro tidak menyadari bahwa performanya tidak sehebat dulu seperti ketika empat tahun silam di jerman. Penurunan performa tersebut dapat dilihat dari aksinya ketika membela timnya, juventus di serie A liga Italia. Canavarro kerap keteteran ketika menghadapi serbuan dari para penyerang tim lawan, hal itu terbukti dari jumlah kebobolan yang dialami juve menjadi yang terbesar dari anggota big four lainnya seperti inter Milan, ac Milan, dan as roma. Canavarro seakan hendak melawan takdir bahwa seiring bertambahnya usia seorang pemain bola maka hal tersebut akan menurunkan kualitas dan performa pemain tersebut di lapangan hijau. Memang benar bahwa membela negara di ajang sekelas piala dunia menjadi impian setiap pesepakbola dimuka bumi ini, selain karena persaingan yang sangat ketat, piala dunia adalah kejuaraan empat tahunan, jadi kalau tidak sekarang memperkuat timnas, kesempatan itu belum tentu datang empat tahun berikutnya. Tetapi harus diingat juga bahwa kesempatan berlaga di ajang piala dunia harus dibarengi dengan penampilan yang maksimal dan sempurna. Untuk kasus canavarro, sudah seharusnyalah dia memberikan kesempatan kepada para juniornya untuk menggantikan perannya di jantung pertahanan La Nazionale, mengingat usia yang semakin bertambah tua dan penurunan performa di lapangan, dalam hal ini seharusnya canavarro bisa berpikir lebih bijak. Contohlah paul scholes dari inggris yang rela mundur dari timnas the three lions demi memberikan kesempatan kepada juniornya seperti frank lampard dan steven gerrard memimpin lini tengah inggris, padahal Fabio capello sebagai pelatih inggris sangat mengharapkan scholes untuk kembali dapat memperkuat timnas inggris. Tetapi hal tersebut tidak terlihat dari seorang canavarro, canavarro seolah-olah hanya ingin mencetak dan menambah rekor pribadi ketika terus menerus membela Italia walaupun sudah berusia 36 tahun. Canavarro ingin mencetak rekor sebagai kapten yang dua kali secara berurutan membawa timnya juara dunia, cananvarro juga ingin membuat rekor sebagai pemain dengan penampilan/caps terbanyak dalam memperkuat timnas Italia, melewati rekor paolo maldini dan franco baressi. Canavarro ingin bernostalgia mengangkat kembali thropy jules rimet tersebut pada ajang piala dunia kali ini.


Tetapi terlepas dari itu semua satu hal pasti adalah ketika kita mendapatkan kegagalan, janganlah kita berputus asa, jadikanlah kegagalan tersebut sebagai sebuah pelajaran agar kita bisa menentukan langkah selanjutnya yang lebuh baik. Terkait dengan timnas Italia, semoga saja penunjukan Cesare Prandelli untuk menggantikan posisi Marcello lippi juga didasari oleh pertimbangan yang lebih matang, lebih mempertimbangkan factor teknis, bukan lagi karena sebuah nostalgia akan kenangan masa lalu yang indah.


Jakarta, 7 juli 2010

14.30 pm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar